berjutapena.or.id,- Zaman terus bergerak. Kita hidup di tengah era yang disebut para ahli sebagai era disrupsi, masa perubahan berjalan begitu cepat, tak jarang melampaui daya adaptasi manusia. Di tengah kompleksitas zaman ini, pelajar menjadi bagian dari generasi yang tak hanya harus belajar memahami pelajaran di sekolah, tetapi juga dituntut memahami dinamika dunia yang sedang berubah sangat drastis. Salah satu elemen paling krusial dari perubahan ini adalah hadirnya artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Artificial intelligence (AI) bukan lagi sekadar cerita fiksi ilmiah atau teknologi yang datang dari masa depan. Ia telah hadir, menyusup ke dalam rutinitas kita dari sistem rekomendasi video di YouTube, fitur autocorrect di smartphone, hingga chatbot canggih yang mampu berdiskusi layaknya manusia nyata. Artificial intelligence (AI) juga telah banyak merombak cara kerja industri, pemerintahan, bahkan pendidikan. Bagi pelajar, ini bukan sekadar perubahan teknologi, tapi perubahan paradigma cara belajar, berpikir, dan bertindak ikut terdampak.
Artificial intelligence (AI) dan perubahan cara belajar kalangan siswa sampai mahasiswa, sudah sangat berdampak pada era ini sisi positif. Artificial intelligence (AI) membawa kemudahan yang luar biasa dalam proses pembelajaran. Dulu, jika seseorang ingin memahami materi sulit seperti kalkulus atau filsafat, ia harus mencari guru privat atau membaca buku tebal yang tidak semua orang punya aksesnya. Kini, cukup dengan membuka platform pembelajaran berbasis artificial intelligence (AI), siswa bisa mendapatkan penjelasan yang personal, visual, dan sesuai gaya belajarnya.
Aplikasi seperti Khan Academy, Duolingo, atau bahkan ChatGPT, telah mempercepat demokratisasi pendidikan. Tak peduli berasal dari daerah terpencil atau kota besar, setiap pelajar punya kesempatan yang relatif sama untuk belajar, asalkan ada koneksi internet. Bahkan teknologi artificial Intelligence (AI) mampu mengenali kesalahan siswa dan memberikan umpan balik langsung sesuatu yang sulit dicapai dalam sistem pendidikan konvensional yang berbasis guru tunggal di dalam kelas besar.
Namun layaknya pisau bermata dua, artificial intelligence (AI) menyimpan tantangan yang tidak bisa diabaikan. Salah satunya adalah ketergantungan. Saat segala informasi tersedia dalam hitungan detik, pelajar berpotensi kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis dan mandiri. Ada kecenderungan untuk mencari jawaban cepat tanpa benar-benar memahami prosesnya. Bahkan, banyak tugas sekolah yang dikerjakan dengan bantuan AI tanpa melalui pemahaman yang mendalam, sebuah fenomena baru yang menyerempet ranah plagiarisme digital. Fenomena ini mengingatkan kita pada kritik dari para filsuf pendidikan seperti Neil Postman atau Ivan Illich, yang sejak lama mengingatkan bahayanya ketika teknologi digunakan tanpa etika. Artificial intelligence (AI) dapat menjadi alat bantu luar biasa, tetapi tanpa kesadaran dan tanggung jawab, ia bisa menjadi bumerang bagi pengguna nya.
Isu lain yang tak kalah penting adalah etika penggunaan artificial intelligence (AI) . Siapa yang bertanggung jawab jika pelajar menggunakan AI untuk mencontek? Apakah kita akan menyalahkan siswanya, sistem pendidikannya, atau teknologi itu sendiri? Belum lagi persoalan bias algoritma yang kadang menyajikan jawaban berdasarkan pola data, bukan kebenaran objektif. Artificial intelligence (AI) bekerja berdasarkan data yang ia pelajari, dan data tidak selalu netral. Dalam konteks pendidikan, ini bisa berarti siswa menerima informasi yang tidak selalu lengkap, atau bahkan salah dan menyesatkan. Oleh karena itu, literasi digital bukan lagi sekadar keterampilan teknis, melainkan juga mencakup kesadaran etis, kemampuan memilih dan memilah informasi, serta berpikir reflektif terhadap apa yang kita konsumsi dari mesin. Namun, bukan berarti artificial intelligence (AI) ini adalah ancaman. Justru sebaliknya, jika digunakan secara bijak, AI bisa menjadi mitra belajar yang luar biasa. Kolaborasi antara manusia dan mesin bisa menciptakan cara belajar baru yang lebih adaptif, kreatif, dan kontekstual. Pelajar bisa menggunakan artificial intelligence (AI) untuk memperdalam pemahaman, mengeksplorasi ide-ide, bahkan menciptakan karya inovatif yang sebelumnya tak pernah terbayangkan.
Bayangkan seorang pelajar yang menggunakan AI untuk menciptakan musik elektronik, atau menulis cerpen interaktif yang bisa berubah jalan ceritanya berdasarkan input pembaca. Ini bukan lagi khayalan AI membuka jalan kemudahan bagi generasi muda untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tapi jadi pencipta peradaban baru Tantangan terbesarnya sekarang adalah bagaimana dunia pendidikan merespons perubahan ini. Kurikulum, metode pengajaran, bahkan evaluasi harus disesuaikan agar relevan dengan realitas yang baru. Pendidikan tak bisa lagi hanya berfokus pada hafalan dan ujian pilihan ganda. Ia harus membekali pelajar dengan kompetensi masa depan literasi digital, kemampuan berpikir kritis, kolaborasi, kreativitas, dan etika.
Guru tidak akan tergantikan oleh AI. Tetapi peran mereka harus berevolusi dari sekadar penyampai materi, menjadi fasilitator, mentor, dan inspirator. Sementara itu, pelajar juga tidak bisa lagi hanya bersikap pasif. Mereka harus belajar menjadi pembelajar yang mandiri, siap menghadapi tantangan global, dan tetap berakar pada nilai-nilai kemanusiaan. Zaman perubahan ini memang kompleks, dan artificial Intelligence (AI) adalah bagian dari kompleksitas itu. Namun beruntungnya pelajar hari ini adalah memiliki peluang yang tidak dimiliki generasi sebelumnya. Mereka tumbuh bersama teknologi, dan karena itu punya potensi untuk mengendalikannya, bukan dikendalikan.
Dalam pusaran zaman yang tak menentu ini, pelajar bukan korban dari perkembangan zaman. Mereka adalah navigator. Dan artificial Intelligence (AI) ? Ia adalah kompas sebagai alat bantunya, bukan penentu. Asalkan digunakan dengan bijak, penuh kesadaran, dan disertai nilai-nilai kemanusiaan, AI justru bisa menjadi jembatan emas menuju masa depan yang lebih cerah.
Penulis : Musrifah Maulana Ishaq (PAC IPPNU Widoropayung) – Peserta Lomba Literasi
Sebuat tulisan yg bagus..
Sesuai dg realita yg ada…
Semoga bisa menginspirasi para penulis junior
Amin terimakasih kak
Betuk sekali, sangat bermanfaat tulisan ini
Bagus…penyusunan tata bahasanya. Komunikatif ringan dan mudah difahami..
Sukses buat penulisnya .
IPPNU widoropayung manteb
Siap pembina
Siap ibu pembina
Siap terimakasih ibu pembina