Ahsan Shiddiqi, Calon Ketua PC IPNU Situbondo: Mewujudkan IPNU yang Kolektif, Inovatif, dan Berdaya Saing

berjutapena.or.id — Pemilihan Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) Kabupaten Situbondo kian menghangat. Salah satu nama yang mencuat dan menjadi perbincangan hangat di kalangan pelajar NU adalah Ahsan Shiddiqi, atau yang akrab disapa Diqi. Pemuda kelahiran Situbondo, 25 April 2001 itu dinilai sebagai sosok muda dengan rekam jejak organisasi yang mumpuni dan pandangan strategis yang visioner.

 

Diqi bukan nama baru di tubuh IPNU. Ia telah menapaki jenjang kaderisasi dari bawah, mulai dari Makesta, Lakmud, hingga Lakut, dan pernah mengemban amanah sebagai Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU Mangaran masa khidmah 2022–2024.

 

Tak hanya itu, ia juga menjadi bagian penting dalam struktur Pimpinan Cabang IPNU Situbondo sebagai Wakil Ketua V masa khidmah 2021–2023. Pengalaman memimpin di dua level inilah yang kemudian memperkuat tekad dan langkah Diqi untuk melanjutkan pengabdian dalam skala yang lebih luas.

 

“Ketika dipercaya memimpin PAC, saya belajar pentingnya pendekatan langsung ke akar rumput. Banyak sekali dinamika kader yang sangat beragam, dan itu tidak bisa disamaratakan. Pendekatan personal dengan penuh kebersamaan menjadi kunci.

Sementara saat di PC, saya mulai memahami pentingnya sistem yang terarah dan kerja tim yang solid. Pengalaman ini membentuk saya untuk menjadi pemimpin yang tidak hanya mengatur dari atas, tapi juga hadir, mendengar, dan melayani dengan hati,” ungkap Diqi saat diwawancarai.

 

Menyatukan Gagasan, Menyatukan Gerak

Mengusung gagasan besar “IPNU Kolektif, Inovatif, dan Berdaya Saing”, Diqi tak hanya menampilkan jargon kosong. Tiga nilai ini adalah fondasi yang ia bangun dari pengalaman panjang, yang kini ingin ia aktualisasikan dalam kepemimpinan di tingkat cabang.

 

Kolektif, menurutnya, adalah semangat kebersamaan dalam seluruh elemen organisasi. Diqi menekankan pentingnya ukhuwah dalam berbagai dimensi—Islamiyah, Wathaniyah, Basyariyah, hingga Nahdliyah. Baginya, organisasi kuat bukan karena kuat di atas, tetapi karena solid dari bawah ke atas dan sebaliknya.

 

“Komunikasi horizontal dan vertikal harus hidup. PC harus menjadi pelayan bagi PAC, bukan sebaliknya. Itulah wajah kepemimpinan yang ingin saya wujudkan,” tegasnya.

 

Inovatif, menjadi ruh kedua dari gagasan Diqi. Ia meyakini bahwa IPNU harus mampu menjaga nilai tradisi sambil melakukan terobosan-terobosan kekinian yang relevan.

 

“Saya pegang kuat prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadim as-shalih, wal akhdzu bil jadid al-ashlah. Kita tidak bisa terus berkutat dengan pola lama, padahal dunia sudah bergerak cepat,” ujarnya.

 

Dalam programnya nanti, inovasi tak hanya hadir dalam bentuk acara besar. Tapi juga dalam model kaderisasi, pendekatan pembinaan, hingga pemanfaatan media digital. Semua diarahkan untuk menciptakan kader yang adaptif, kreatif, dan tetap berpijak pada nilai Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyah.

 

Sementara itu, berdaya saing adalah tujuan akhir yang ingin dicapai. IPNU Situbondo, menurutnya, harus mampu menjadi organisasi yang tidak hanya ramai di tingkat lokal, tapi juga diperhitungkan secara regional hingga nasional.

 

“Kita butuh kader yang unggul secara kapasitas dan kuat secara ideologi. Kader IPNU harus bisa berbicara di forum manapun, membawa semangat Nahdliyin dengan penuh percaya diri,” katanya.

 

Dari Teater hingga Penelitian, Diqi Tumbuh dalam Ragam Ruang

Riwayat organisasi Diqi membentang sejak bangku MTs di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton. Ia pernah menjadi Koordinator Kebahasaan di Organisasi Siswa Program Bahasa, anggota BES Program Keagamaan, hingga aktif di dunia seni melalui Teater GAS BUMI. Dunia pesantren membentuk karakter dan nilai-nilai dasar yang ia bawa hingga kini.

 

Melanjutkan pendidikan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ia semakin aktif. Diqi tergabung dalam PMII, menjadi koordinator biro Litbang kader, hingga aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazhab. Tak hanya itu, ia juga aktif di paguyuban alumni Nurul Jadid wilayah Yogyakarta. Semua pengalaman ini memperkaya cara pandangnya tentang kepemimpinan yang berlandaskan intelektualitas, spiritualitas, dan keberagaman.

 

Event Harus Bernilai, Bukan Sekadar Meriah

Salah satu catatan menarik selama Diqi menjabat di bidang seni, budaya, dan olahraga di IPNU adalah keberhasilannya menghidupkan banyak kegiatan yang menarik perhatian pelajar. Namun, ia sadar, sebuah organisasi tidak bisa hanya sibuk dengan event tanpa penguatan nilai.

 

“Event itu penting untuk menarik massa, tapi kalau tidak diisi nilai ideologis, ya hanya jadi euforia sesaat. Ke depan, saya ingin setiap kegiatan mengandung narasi dan misi yang memperkuat identitas kader IPNU,” jelasnya.

 

Misalnya, Diqi menggagas konsep festival budaya berbasis lokal yang disertai pelatihan ideologis atau forum dialog. Dengan begitu, antara keseruan dan kaderisasi berjalan beriringan. Tidak ada dikotomi antara hiburan dan pendidikan nilai.

 

Menjembatani PC dan PAC: Dari Komando Menjadi Pendamping

Sebagai mantan Ketua PAC, Diqi memahami betul bagaimana rasanya ketika PAC tidak mendapatkan pendampingan yang memadai dari PC. Maka, dalam kepemimpinannya nanti, ia berkomitmen untuk membangun pola komunikasi yang bukan hanya bersifat hirarkis, tapi juga kultural dan emosional.

 

“PC tidak boleh hanya hadir ketika ada laporan atau pelantikan. Kita harus ada untuk kader kapan pun mereka butuh. Mendengar, mendampingi, bahkan hadir dalam diskusi kecil mereka. Itulah kepemimpinan yang membumi,” katanya.

 

Dari Visi ke Aksi: Menjawab Tantangan dengan Rencana Nyata

Mengakhiri perbincangan, Diqi membeberkan bahwa ia telah menyiapkan dua strategi utama agar gagasan besar IPNU Kolektif, Inovatif, dan Berdaya Saing bisa benar-benar terwujud.

 

Pertama, dengan monitoring dan pendampingan rutin. Kedua, dengan desain kaderisasi berbasis kearifan lokal. Ia ingin

kaderisasi tidak hanya seragam, tetapi kontekstual dan menyatu dengan karakter daerah masing-masing.

 

“Program tidak boleh hanya selesai saat acara selesai. Dampaknya harus terasa, karakternya harus terbentuk. IPNU yang saya impikan bukan hanya eksis, tapi relevan dan bermakna,” tutupnya.

 

 

Pewarta: Rekan Lee Long

Editor: Rekan Robet

Redaksi Berjutapena
Dikelola oleh Lembaga Pers, Penerbitan, dan Infokom PC IPNU IPPNU Situbondo