Telaah Moral Ilmiah terhadap Isra’ Mi’roj Al Musthofa

berjutapena.or.id,- Tepat pada tanggal 27 rajab adalah momen isra’ mi’raj Nabi Muhammad Saw. Umat islam di berbagai belahan dunia menggelar berbagai bentuk acara dalam memperingati kesempatan ini dengan beragam tajuk kebaikan. Terlepas dari itu semua ada hal menarik yang perlu diulas secara ilmiah melalui kaca mata ulama ahlus sunnah wal jamaah terutama dalam beberapa masalah yang terkait dengan isra mi’raj nabi Muhammad saw.

Benarkah isra’ mi’raj dilakukan saat terjaga dengan melibatkan ruh dan jasad?

Apakah Nabi melakukan isra’ mi’raj dalam keadan terjaga atau dalam mimpi? Apakah juga dengan ruh dan jasad atau ruh saja? Sekolompok cendikiawan yang mencoba menimbulkan keraguan di kalangan ummat islam berpendapat bahwa isra’ mi’raj nabi hanya terjadi dalam mimpi, mereka bersandar pada dalil bahwa mimpi para Nabi adalah wahyu. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa isro’nya Nabi Muhammad (perjalan dari masjidil haram ke masjidil Aqsha) denga jasadnya, sementara mi’rojnya Nabi (perjalanan dari bumi ke sidrotul muntaha) dengan ruh.

Pernyataan ini dibantah secara ilmiah oleh syaikh Muhammad Sayyid Tontowi Al Azhari dalam buah karyanya yang berjudul Isro’ Wal Mi’roj Fi Dauil Quranil Karim. Dalil dalil mereka bisa dibantah dengan memahami makna ayat isra’ mi’raj secara detail, seperti lafadz al abdu dalam penggalan ayat biabdihi adalah suatu makna yang mencakup seorang hamba berseta ruh dan jasadnya. Dan diksi Taajaub yang dipakai Al quran menggunkan lafad subhana juga menginformasikan sesuatu yang agung dan menakjubkan (Muhammad Tontowi, 28). Bayangkan saja, perjalanan antara mekkah dan palestina disaat itu bisa menghabiskan waktu satu bulan lebih menggunakan unta atau hewan kendaraan lainnya, Namun hanya diselesaikan satu malam saja. Maka, syaikh Ramadhan al Showi Al Azhari mengatakan bahwa semua orang bisa bermimpi melihat tempat yang tak bisa dijangkau karena jarak yang teramat jauh dengan memejamkan mata saja. Maka, sangat mustahil jika isra’ mi’raj yang dilakukan Nabi juga bisa terjadi terhadap manusia pada umumnya, dengan melalui mimpi saja.

Syaikh al Qhodi iyadl dalam kitabnya berjudul As Syifa Fi Huquqil Musthofa mengamini bahwa isro’ mi’roj nabi dengan jasad dan ruh, serta dalam keaadan terjaga dengan berdasarkan al quran, hadist hadist shohih dan keabsahan pengamatan (Al Qhodi Iyad, 124/1).

Setiap akibat yang terjadi adalah hasil dari usaha kita

Dalam artikel milik Prof. Doktor Ahmad Umar Hasyim Al Azhari yang bertajuk Al Isra’ Wal Mi’raj Fi Dauil Hadisis Syarif. Buroq adalah nama Binatang yang ditunggangi nabi saat melakukan perjalanan isro’ mi’roj. Diriwayatkan  Binatang ini juga digunakan oleh para nabi terdahulu. Buroq diambil dari kata Al Barqu yang berarti kilat atau petir. Karena kecepatan terbangnya yang sngat cepat dengan satu langkahnya saja seperti jangkauan pandangan mata. Namun hal yang menarik adalah saat rosulullah sampai di masjidil aqsha beliau mengikat burok ambang pintu masjid sebagai bentuk praktik terhadap teori al akhdu bil asbab, yakni setiap akibat yang terjadi adalah hasil dari usaha kita. Keselamatan barang barang yang kita miliki, adalah buah dari usaha kita dalam menjaga. Begitulah hikmah dari apa yang dilakukan Rosulullah Ketika mengikat burok.

Lebih jauh lagi kita amati, syaikh Umar Hasyim melanjutkan bahwa, bukan tidak mungkin Allah swt memberangkatkan Rosulullah tanpa tunggangan, alih alih demikian, Allah ingin mengajarkan kepada kita akan pentingnya teori al akhdu bil asbab (Umar Hasyim, 66)

Kenapa Harus Masjidil Aqsho?

Timbul pertanyaan, kenapa Rosululullah masih diberangkatkan terlebih dahulu ke masjidil aqsho? Bukankah bisa saja Allah mengangkat nabi Muhammad ke langit ke tujuh tanpa harus singgah ke masjidil aqsha? Hal ini diurai dalam artikel milik Syaikh Muhammad Al Ghozali Al Azhari yang berjudul Isra’ Wal Mi’raj Fid Dauis Sirotin Nabawiyyah. Beliau menuturkan, hal ini tidak terlepas dari nilai historis risalah kenabian yang begitu kental dengan Bani isroil yang bermukim di daerah masjidil aqsho, sehingga menjadi pusat turunnya wahyu dan pemancar cahaya Ilahi di dunia. Namun, Ketika kaum yahudi membangkang terhadap keagungan wahyu dan mencederai syariat Allah, maka berpindahlah tampuk nubuwwah secara permanen kepada ummat dan daerah yang lain. Al hasil, berpindah dari keturunan israil ke keturunan Nabi Ismail as. Yaitu Nabi Muhammad SAW.

Dengan segala kuasa Allah, mulailah umat baru ini mengemban tanggung jawab besar dalam mewarisi ajaran Nabi ibrahim, Nabi ismail, Nabi Ishaq dan Nabi ya’qub. Serta, menyebarkannya ke penjuru dunia dengan meneguhkan perinsip keesaan tuhan dalam satu sumber keyakinan. Sehingga, rihlah isro’nya Rosulullah ke masjidil aqsha sebagai penghormatan terhadap risalah keimanan yang pernah diturunkan di pelataran tanah suci masjidil aqsha itu. Dan Allah mengumpulkan para utusan terdahulu untuk menyambut Nabi Muhammad SAW sebagai penutup risalah ini (Muhammad Al Ghozali, 116)

Keagungan Sholat Dan Pengaruhnya Dalam Membangun Peradaban Manusia.

Dalam isra’ mi’raj, sholat adalah perkara agung yang mulai diwajibkan kepada umat islam. bisa dibilang unik, sebab Allah tidak seperti biasanya dalam mensyariatkan suatu perkara dengan perantara Jibril dan berbagai bentuk wahyu lainnya. Tapi, melalui perjumpaan langsung dengan Allah di sidrotil muntaha, menunjukkann begitu agungnya perkara ini. Sholat adalah tiang agama, saat sholat seorang hamba berantakan, maka hidupnya juga akan ikut kacau tak karuan.

Ayat 45 dalam surat Al ‘Ankabut sangat jelas menegaskan pengaruh sholat dalam gerak gerik seorang hamba. Dalam kitab Al Mukhtar Min Kalamil Akhyar milik abuya sayyid Muhammad bin Alawi al maliki al hasani, diriwayatkan dari dawuh Ibnu Mas’ud ra. “jika sholat tidak menyebabkan seseorang mengerjakan kebaikan dan meninggalkan larangan, maka tidak akan bertambah kecuali semakin jauh dari Allah” (Muhammad bin Alawi, 48). Artinya cara kita memperbaiki urusan dunia, dengan memperbaiki kualitas sholat kita. Syaikh Abdul Mun’im Fuad berkata “ momen isra’ mi’raj Nabi Muhammad sebagai bentuk pelipur gundahnya setelah diterpa beberapa kabar duka. Maka begitu pula dengan sholat menjadi sarana menyejukkan jiwa saat dunia terasa sempit dan sesak baginya.”

Syaikh Ahmad umar Hasyim menyampaikan bahwa, kedudukan sholat dalam agama seperti kedudukan kepala bagi jasad manusia. Tidak ada agama bagi orang yang tidak melaksanakan sholat. Sholat adalah awal perkara yang akan dihisap di akhirat kelak. Sholat juga memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seseorang, bahkan suatu peradaban (Umar Hasyim, 54). Bukankah langkah awal yang nabi lakukakan saat pertama kali sampai ke Madinah adalah mendirikan masjid. Hal ini mengabarkan kepada kita bahwa, kemajuan suatu peradaban akan diukur dengan seberapa besar perhatiannya dengan urusan agama, terutama sholat yang menjadi penghubung antara hamba dan sang pencipta. Wallahu a’lam.

Penulis : Muhammad Fajrus Surur (Mahasiswa Al-Azhar Kairo Asal Asembagus, Situbondo

Refrensi :

Al Mukhtar Min Kalamil Akhyar. Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al maliki.

Isro’ Wal Mi’roj Fi Dauil Quranil Karim. Prof. Doktor Muhammad Sayyid Tontowi.

Isro’ Wal Mi’roj Fi Dauil Hadisis Syarif. Prof. Doktor Ahmad Umar Hasyim.

Isro’ Wal Mi’roj Fi Dauis Sirotin Nabawiah. Syaikh Muhammad Al Ghozali.

As Syifa Bi Ta’rifil Huquqil Musthofa. Al Qhodi Iyadl Bin Musa Bin Iyadl Al Al Yahshabi

 

Muhammad Robet Asraria Soma
Santri Tulen