Bismillah dan Segelintir Ceritanya

Oleh : Moch. Habiburrahman Haqiqi

Telah banyak teori yang menjelaskan kronologi terciptanya alam semesta ini. Salah satu yang paling kesohor adalah teori ledakan besar atau big bang. Teori ini diprakarsai oleh kosmolog Belgia, Georges Lemaitre, pada sekitar tahun 1926 dengan nama teori atom purba dan berkembang di kalangan ilmuwan hingga hari ini, termasuk Stephen Hawking serius membahasnya. Big Bang sendiri didefinisikan sebagai dentuman dashyat yang memulai segalanya, pembentukan galaksia dan juga dimensi ruang dan waktu. Mulanya alam semesata meruapakan satu kesatuan yang tak berdimensi, hingga pada suatu kondisi terjadi ledakan berenergi super besar yang menyebabkan alam semesta terus mengembang dengan begitu cepat dan semakin cepat (dipercepat eksponensial) hingga hari ini. Teori Big Bang dan ekspnsi alam semesta ini sebenarnya, menurut pegiat tafsir ilmiah Alquran, seperti Harun Yahya Agus Purwanto, Abdul Basith Jamal, Maurice Bucaille, dan Al-Kaheel, telah disebutkan dalam Alquran yang turun 14 abad lalu, tepatnya dalam surah Ad-Dzariat ayat 47.

Menurut proyeksi, usia alam semesta hari ini telah mencapai 13,8 milyar tahun lebih, sementara jarak sementara ujung ke ujungnya, untuk bagian yang tampak dan dapat diamati saja, sudah sekitar 93 milyar tahun cahaya (satu detik cahaya sekitar 300 ribu kilometer, sebagai bayangan, jarak bumi ke bulan 1,3 detik cahaya) Menjadi fakta yang menarik, karena meski dengan kecepatan cahaya, alam semesta kita tidak bisa khatam dijelajahi dengan rentang usianya sendiri.

Detik ini, kita ditakdirkan untuk sedang tinggal di bumi (kecuali jika ada dari kalian yang sedang berwisata ke luar angkasa), sebuah planet relatif kecil yang hidup dalam keluarga matahari. Dibanding anggota keluarga lainnya, bumi merupakan planet yang dipercaya paling layak huni untuk manusia dan makhluk hidup lainnya. Suhunya sedang, tidak terlalu panas dan tidak kelewat dingin, tersedia air dengan kualitas dan kuantitas yang oke, oksigen bertebaran, dan sekian alasan lainnya.

Eksistensi manusia di muka bumi, yang dalam keyakinan kita ditandai dengan berlabuhnya Nabi Adam dan Siti Hawa, diprediksi telah berlangsung sejak 120.000 hingga 156.000 silam, menurut laporan dari Stanford University Of Medicine. Hasil riset lain dari Arizona University menyebutkan bahwa Nabi Adam telah tinggal di bumi pada sekitar 200.000 tahun lalu. Namun baru-baru ini kesimpulan tersebut ditentang oleh sekelompok peneliti dari Britania Raya. Melalui journal scince europan, mereka melaporkan hasil penelitian yang menunjukkan bila usia Nabi Adam lebih tua 9.000 tahun dari yang sebelumnya diperkirakan, yakni 209.000 tahun silam. Entah perkiraan mana yang lebih mendekati kebenaran, karena ternyata mereka sama-sama mendasarkan risetnya pada penghitungan usia kromosom Y untuk menentukan usia Nabi Adam dan DNA Mitokondria untuk usia Siti Hawa, meski dengan metode dan beberapa kesepakatan dalam proses riset yang berbeda. Walhasil, keberadaan Nabi Adam dan Siti Hawa sebagai manusia petama dan kedua merupakan hal yang mutlak kebenarannya, sebagaiman diceritakan Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 dan beberapa ayat setelahnya.

Ada anekdot lokal yang mengatakan,  bahwa kata manusia berasal dari bahasa arab Ma Nussiya, yang berarti makhluk yang dibuat lupa. Walaupun belum dirilis secara ilmiah, tapi dalam subtansinya, pemaknaan itu dapat diterima. Terdapat ungkapan yang mirip, “Al Insanu Mahallul Khoto’ Wan Nisyan”, manusia adalah kandangnya salah dan lupa. Meski demikian, tak boleh dilupakan bahwa Allah juga telah membekali manusia dengan akal dan hati, sehingga masih banyak kesempatan bagi manusia untuk menghindar atau paling tidak meminimalisir salah dan lupa dalam dirinya, terlebih yang berpotensi menjerumuskannya pada konsekuensi dosa. Allah dengan kasih sayang-Nya yang tak terhingga ingin membantu meringankan tugas individu itu dengan salah satunya mengutus para nabi di muka bumi. Para nabi adalah manusia-manusia pilihan Allah yang dilantik untuk menuntun manusia menuju jalan kebenaran sekaligus menyelamatkan mereka dari jurang kecerobohan. Seorang Nabi umumnya berasal dari suatu kaum tertentu dan diutus untuk kaum itu juga dan sekitarnya. Nabi Hud, misalnya, berasal dari kaum ‘Ad dan diutus untuk kaum ‘Ad. Nabi Sholeh dari kaum Tsamud dan berdakwah di dalamnya. Nabi Musa dipilihkan Allah dari Bani Israil dan ditugasi menyeru mereka untuk taat kepada-Nya. Begitu seterusnya, kecuali Baginda Muhammad bin Abdillah. Meski beliau merupakan bangsa Arab, tetapi risalahnya mencakup semua bangsa. Allah menunjuk beliau untuk menjadi rahmat bagi semesta raya,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Di antara para Nabi, terdapat beberapa yang oleh Allah dibekali kitab suci yang terbukukan.  Setidaknya ada empat yang wajib diimani dan diketahui: Taurat yang turun pada Nabi Musa, Zabur pada Nabi Daud, Injil untuk Nabi ‘Isa, dan Alquran yang dikaruniakan pada Baginda Muhammad bin Abdillah. Setiap kitab suci mempunyai masa berlaku yang habis setelah kitab suci baru. Artinya, Taurat menjadi tidak berlaku lagi ketika Zabur turun, Zabur tidak dipakai lagi saat Injil sudah turun. Maka kitab terakhir, yaitu Alquran, merupakan tuntunan yang menyempurnakan seluruh pedoman sebelumnya, paling sempurna dan yang berlaku satu-satunya hingga akhir waktu. Semua isi kitab yang Allah turunkan pada nabi-nabi terkumpul dalam Alquran, begitu tutur Syeikh As-Syarbini dalam Al-Iqna’.

Alquran sendiri terdiri dari 114 surah dan dapat dibagi menjadi 30 juz. Mengenai jumlah ayat, masih terdapat ragam pendapat di antara ulama kita, begitu juga jumlah hurufnya. Yang pasti, ia diturunkan secara bertahap; tidak sekaligus pada satu waktu. Secara garis besar, Alquran berisikan tiga: Tauhid, Syariat, dan cerita kisah. Tauhid ungkapan pengesaan Allah, Syariat aturan hidup, dan cerita kisah sebagai teladan dan pelajaran. Sebagian ulama berpendapat, ketiga hal itu, bahkan keseluruhan isi Alquran, telah terangkum dalam samudera sebuah surah, yaitu surah Fatihah. Surah Fatihah, atau yang disebut juga dengan induknya Alquran dan As-Sab’ul Matsani, terdiri atas tujuh ayat. Dari ketujuh ayat itu, satu ayat sekali lagi oleh sebagian ulama dianggap telah mewakili keenam ayat temannya, yakni ayat pertamanya: Bismillahirrahmanirrahim.

Berbincang tentang bismillahirrahmanir rahim ini, niscaya kita akan bersua dengan banyak keterangan yang menyebutkan makna, keutamaan, dan faidah yang dimilikinya. Mulai dari Nash Alquran, Hadits, hingga keterangan ulama dan para imam. Salah satu di antaranya ialah apa yang disampaikan oleh Sang Keajaiban Zaman Ustadz Said Nursi dalam bagian pertama Rasail Nur-nya yang terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut.

“Bismillah adalah pokok segala kebaikan dan permulaan dari seluruh yang melahirkan manfaat”

“Ketahuilah, duhai diriku, bahwa kalimah nan baik dan berkah ini (bismillah), selain sebagai syiar agama, ia juga merupakan dzikir segala sesuatu yang ada, melalui lisan hal-nya. Jika engkau ingin mengetahui sekian kekuatan dahsyat yang ada di dalamnya, niscaya engkau takkan mampu. Atau keberkahan yang dikandungnya, maka engkau takkan bisa. Mari simak cerpen permisalan berikut.

“Seorang badui yang hidup nomaden (berpindah-pindah tempat tinggal) dan menjelajah di tengah gurun, mau tidak mau harus bergabung dengan pemimpin suatu kabilah jika ingin dirinya yang serba kekurangan dan lemah itu selamat dari ancaman perampok atau penjahat padang pasir lainnya, juga agar kebutuhan kesehariannya dapat terpenuhi.

“Suatu Hari, hidup dua orang baduwi nomaden di tengah padang pasir yang menghampar. Yang satu berkarakter rendah hati, sehingga mau bergabung dengan pemimpin salah satu kabilah, semenatara satunya bersikap sebaliknya. Suatu saat, mereka berdua sedang sama-sama menjelajah. Baduwi yang mau menisbakan dirinya pada nama pemimpin sebuah kabilah sepanjang perjalanan mendapat perlakuan mulia dari orang-orang sekitar, bahkan ketika ada perampok yang datang ingin menjarah, cukup dengan berucap “Aku menjelajah atas nama si pemimpin sebuah kabilah” perampok itu bakal mengurungkan aksinya. Berbeda dengan baduwi kedua, yang sombong tidak mau menyandarkan dirinya pada pemimpin sebuah kabilah. Dengan kondisi diri yang serba lemah dan kurang, ia akan tertimpa celaka dan musibah yang tidak karuan, dan itu bakal membuatnya tidak melangkahkan kakinya kecuali dengan keadaan batin yang harap-harap cemas. Perasaan takut dijarah dan seliwer kekhawatiran lainnya akan membuat dirinya ragu-ragu melangkah. Sungguh, ia telah menghinakan dirinya sendiri.”

Dalam kitab lubabul hadits-nya Imam Suyuthi yang disyarahi Syeikh Nawawi Banten menjadi Tanqihul Qoul, disebutkan bahwa Rasulullah bersabda,
Man Tawadloa rafa’ahullah, Wa man takabbara wado’ahullah

“Maka ketahuilah duhai diriku yang mudah tertipu, engkau adalah baduwi yang nomaden itu, dan dunia yang luas ini adalah padang pasirnya. Engkau fakir dan kefakiranmu tidak terbatas. Engkau lemah dan kelemahanmu tiada hingga. Sandarkanlah dirimu pada nama Sang Raja yang sesungguhnya, pemilik gurun sahara itu dan pengaturnya, Al-Khaliq Azza wa Jalla, supaya engkau terselamatkan dari segala kehinaan dan kecemasan di hadapan makhluk-Nya”
Mengucapkan bismillah dengan sungguh-sungguh, artinya tidak hanya dalam lisan, tetapi juga dalam batin dan kelakuan, berarti kita menyandarkan kelemahan kita pada ke-Maha Agung-an Allah. Maka kelemahan itu akan sirna dan tertupi oleh kuasa-Nya. Singkatnya, yang bakal bekerja adalah Ia. Orang yang membaca bismillah dengan serius juga tidak akan takut dengan siapa dan apa, sebab ia melakukan segalanya atas nama Allah Yang Maha Berkuasa, seperti tentara yng berjuang dalam pertempuran atas nama negara yang dicintainya, ia takkan mundur walau sejengkal.
Kemudian apa yang dimaksud dengan Ustadz Said, bismillah adalah dzikir benda-benda semesta? Bagaiamana bisa? Dan apa itu Lisanul hal?

Begini. Sebagian kita tentu pernah atau bahkan sering menonton latihan baris-berbaris ala tentara. Seorang komandan akan menyeru ini itu, dan para prajurit akan mematuhinya. Ada yang maju lima langkah, mundur, dan sebagainya, semua dilakukan setepat mungkin demi negara yang benderanya ada di dada  Sama seperti alam semesta, langit, bumi, dan seisinya, yang memiliki hukum masing-masing, mereka melakukan itu karena taat pada perintah Allah agar mereka menjalani tugas tertentu. Bumi ditugaskan oleh Allah untuk mengelilingi matahari, maka ia mengelilingi matahari setiap 365 seperempat hari sekali. Bulan ditugaskan menemani dan mengelilingi bumi, maka ia setia menjaadi satelit dan tekun mengelilingi bumi setiap 29,5 hari sekali. Pepohonan hijau ditugasi oleh Allah untuk memproduksi oksigen dan menjadi sumber pangan, ia melaksanakannya. Hewan-hewan ditugasi oleh Allah untuk menjadi sumber pangan dan kebutuhan lain manusia, ia mengerjakannya. Maka, teman-teman, karena mereka melakukan tugas-tugas itu dengan atas nama perintah Allah dan dalam rangka mengalirkan rahmat-Nya, sesungguhnya mereka sedang berdzikir bismillah dengan lisan hal-nya. Lisan hal adalah lidah keadaan, perilaku yang berbicara. Lisanul Hal lebih jujur dan dapat dipercaya dari pada lisan ucapan, demikian dalam sebuah riwayat dari Sayyidina ‘Ali dan atau Izzuddin Al-Maqdisi.

Nah, setelah mengetahui bahwa sebenarnya kita dapat merasakan berbagai nikmat, seperti bernafas, makan, dan tentunya hidup, itu gara-gara bismillah-nya benda-benda sekitar, masih enggankah kita memulai seluruh aktivtas dan melakukan semua hal dengan bismillah jua? Atau pertanyaannya bisa diganti, pantaskah kita tidak, minimal, membaca bismillah sebelum mengerjakan sesuatu, padahal kita bisa melakukan hal itu karena nikmat-Nya? Atau lebih kasar lagi, tau diri gak sih, ngegawe perakara tanpa izin dulu sama Yang Berkuasa?

Menurut data, ukuran rata-rata tubuh manusia adalah 1,8 m, bahkan yang tertingi hanya 2,5m. Berat badan rata-rata manusia ialah 62 kg, 635 kg merupakan yang terberat. Kecepatan tertinggi manusia 9,4 detik per 100 meter. Manusia tiak bisa hidup tanpa nafas paling lama dalam 22 menit. Manusia tidak bisa hidup tanpa makan dalam 382 hari dan tanpa tidur dalam 11 hari.Dan beberapa fakta lainnya. Seandainya, kita mau jujur membandingkan diri ini dengan benda lainnya di persada bumi bahkan alam semesta, maka sesungguhnya tidak akan ditemukan secuil alasan untuk menyombongkan diri. Coba saja kita bandingkan postur badan kita dengan Paus Biru yang 30 meter , terpaut jauh. Massa badan kita dengan Gajah Semak Afrika yang 6000 Kg, takluk telak. Kecepatan tertinggi kita dengan citah yang 5 detik per 100 m saja, masih kalah. Belum lagi dibandingkan dengan bumi yang berbobot 6.580.000.000 triliun ton dan seluas 510 juta kilometer persegi, matahari yang 109  kali lipat bumi. Sementara matahari adalah satu dari triliyunan bintang di semesta dan terbilang kecil bila dibandingkan dengan bintang-bintang lainnya. Dari atas bumi kita saja sudah tidak terlihat meski setitik, apalagi di keseluruhan alam semesta yang bahkan bintang terbesar yang pernah diketahui sudah tidak tampak lagi? Duh, tak terbilang betapa dungunya diri ini jika masih tidak malu mengagung-agungkan diri yang super lemah dan begitu sangat kecil sekali ini. Apa yang mau disombongkan coba? Apalagi kita, menukil dawuh Abi Ihya’ Ulumiddin, manusia adalah WC berjalan! Bukankah kita berasal dari nutfah yang tak ada harganya!

Allah, sebagai pemberi nikmat, sebenarnya tidak minta imbalan apa-apa dari kita, melainkan tiga, ujar Ustadz Said: Dzikr, Fikr, dan Syukur dalam setiap kondisi. Mulailah dengan bismillah sebagai dzikir, dan akhiri dengan Alhamdulillah sebagai syukur. Di antara keduanya adalah fikr, kontemplasi bahwa segala yang terjadi adalah kuasa-Nya dan seluruh nikmat yang kita rasakan berasal dari-Nya.

“Setiap perkara bila tidak dimulai dengan bismillahirrahmanirrahim, niscaya akan kurang keberkahannya”(HR. An-Nasai)
Oiya, sepanjang ini kita masih belum membahas Rahman dan Rahim-Nya ya!
Singkatnya, Rahman berarti rahmat Allah untuk semua makhluk dan Rahim rahmat Allah hanya untuk penduduk surga nanti. Ulama juga ada yang mengartikan Rahman dengan Allah memberi rahmat berupa nikmat-nikmat yang besar, sementara Rahim nikmat-nikmat yang kecil. Abi Ihya’ dalam beberapa kesempatan menguraikan, bahwa Rahman berisikan rahmatul ijad, dan Rahim meliputi rahmatul imdad. Rahmatul Ijad adalah nikmat pengadaan, seperti terciptanya padi. Sedangkan rahmatul imdad berupa nikmat penyempurnaan, padi menjadi beras kemudian jadi nasi.

​Tambahan:

Pertama, Arti. Ba’ di awal, mengutip penjelasan Gus Baha’, memiliki makna yang begitu dalam, yakni bi kana ma kana wa bi yakunu ma yakunu: oleh-Ku yang telah ada menjadi sudah ada dan oleh-Ku jua yang sedang dan akan ada menjadi sedang dan bakal ada.

Kedua, kata Ammi Syihab, setiap sesuatu musti punya fungsi utama dan fungsi ganda. Fungsi utama basmalah adalah pembuka segala pekerjaan, tetapi ia juga bisa digunakan untuk menolak bala’, mendekatkan ijabah, dan menjadi hijab pelindung. Sebagaimana disebutkan Abuya Muhammad dalam Abwabul Faraj. Beliau Rahimahullah juga mencantumkan beberapa amalan basmalah para ‘ulama, antara lain:

1. Membacanya 21 kali sebelum tidur dapat menjadi wasilah terlindunginya kita dari kematian tiba-tiba, keburukan setan, pencurian, kebakaran, dan bala’ musibah lainnya.
2. Dibaca 100 kali untuk kesembuhan orang yang sedang sakit atau terkena gangguan sihir.
3. Dibaca 113 kali di hari Jum’at kemudian berdoalah bersama khotib
4. Dibaca 313 kali disertai sholawat sebanyak 100 untuk menambah rezeki.
5. Dibaca 787 kali untuk menunaikan hajat kebutuhan.
6. Dibaca 2500 kali setelah subuh untuk memperoleh futuh dan pemahaman.
7. Imam Ghozali bertutur, siapa yang membaca bismillahirrahmanirrahim 12..000 kali , dan pada setiap 1000 ia sholat dua rokaat kemudian memohonkan hajatnya kepada Allah, maka biidznillah, hajatnya tersebut akan ditunaikan.

Selain itu ada juga amalan basmalah yang diriwayatkan dari K.H.R. As’ad Syamsul Arifin, bahwa beliau istiqomah membaca basmalah sebanyak 1000 sebelum tidur di malam hari.

Abuya As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawi dawuh, “Dzikir adalah pondasi kuat dalam perjalanan menuju Allah, bahkan ia merupakan hal pokok di jalan inp. Seseorang tidak akan sampai kepada Allah kecuali dengan mendawamkan dzikir”.

Yuk, belajar Istiqomah!
#DiaryUlilAlbab

Redaksi Berjutapena
Dikelola oleh Lembaga Pers, Penerbitan, dan Infokom PC IPNU IPPNU Situbondo