Mencium Kaki Kiai dan Sujud

berjutapena.or.id,- Belakangan ini marak konten media sosial yang menyerang perilaku santri ketika mencium tangan sambil merunduk di depan kiai, bahkan ada yang berjalan jongkok (bukan ngesot). Secara fikih, persoalan ini memang sering menjadi bahan perbincangan di kalangan santri. Mereka mendiskusikan hukum merunduk, berjalan jongkok, hingga mencium kaki kiai dan orang tua. Biasanya pembahasan itu hadir di berbagai forum: mulai dari kelas bersama ustaz atau kiai, musyawarah antarkelas, hingga bahtsul masail antarpesantren, bahkan di tingkat nasional.

Kelompok wahabi juga tidak ketinggalan menyoroti persoalan ini. Dua ulama mereka, seperti Syaikh Bin Baz dan Al-Utsaimin, memberikan komentar terkait masalah ini. Keduanya tidak mempersoalkan praktik mencium tangan atau kaki orang tua, atau orang yang dimuliakan semisal ulama.

Kembali ke tradisi kaum sarungan Nusantara, saking seringnya pertanyaan kritis muncul tentang pasal ini, obrolan saat ngopi pun kerap berubah menjadi diskusi hukum fikih dadakan.

Lalu bagaimana hukum orang yang merunduk sampai seakan-akan sujud ketika mencium tangan atau kaki kiai? Berikut salah satu cuplikan diskusi fikih bernuansa jenaka dalam forum kelas di Pondok Pesantren Sidogiri.

Sekedar pengingat, jangan bayangkan ini obrolan orang awam yang tidak mengerti agama. Perbincangan berikut adalah diskusi “kelas langit” antara santri kelas tinggi dengan pembimbingnya.

Dulu di Sidogiri, seorang teman kelas pernah bertanya kepada almarhum KH. Masruhin Baihaqi saat pelajaran fikih membahas kitab Fathul Mu’in : “Mencium kaki kiai itu kan sunnah, sedangkan sujud kepada makhluk bisa menyebabkan murtad. Apakah praktik mencium kaki kiai yang sampai pada batasan seperti sujud itu tidak terancam murtad?”

KH. Masruhin menjawab dengan bahasa Madura sambil tersenyum. Kurang lebih demikian jawaban beliau: “Ajiya nyamana nyium sokoh, benni sujud. Berhubung soko bede bebbé, sopajé bisa nyium koduh nondhuk ka bebbé engka’ oreng sujud. Yeh terusagi tak apa-apa, benni sujud jiya, karena tak niat sujud. Nyium soko jiya! Faham? Yeh, mun kakeh tak gelem nyium sokoh bik margé’na modhell oreng a sujud, masak pas sokona kiai é angkat ka atas? Yeh labu agêntang diya kiai-né. Mun tepak ka engkong kiai-né, gih tak nyium é tempak kadék bik engkok kakeh.”

Yang kurang lebih berarti: “Itu namanya mencium kaki, bukan sujud. Karena posisi kaki ada di bawah, maka untuk bisa menciumnya dibutuhkan gerakan menunduk atau membungkuk, sehingga mirip orang sujud. Tidak apa-apa, itu bukan sujud, karena tidak ada niat sujud. Itu hanya mencium kaki! Paham? Kalau kamu tidak mau mencium kaki kiai hanya karena praktiknya mirip sujud, apa kamu mau minta kaki kiai diangkat ke atas? Yang ada nanti malah jatuh ke belakang kiai. Kalau saya jadi kiainya, sebelum kamu cium sudah saya tendang dulu!”

Sontak jawaban beliau meledakkan tawa seluruh siswa kelas 3 Aliyah, Jurusan Tarbiyah. Sesederhana itu beliau menjawab: santai, ringan, penuh guyon, namun makjleb dan sarat ilmu. Para murid pun langsung paham tanpa harus memeras dahi membaca ibarat demi ibarat.

Semoga Allah merahmati beliau, KH. Masruhin Baihaqi.

Penulis : Ust. Wahab (Alumni PC IPNU Situbondo) 

 

Muhammad Robet Asraria Soma
Santri Tulen