Berjutapena.or.id – Ketika keseimbangan semesta terguncang, bahkan satu detik saja rotasi Bumi terhenti, seluruh kehidupan akan luluh. Artikel ini mengajak kita merenungi keagungan Allah ﷻ melalui harmoni rotasi dan revolusi Bumi — sebuah keseimbangan yang jika dicabut, menjadi tanda dimulainya akhir dari segalanya.
1. Bumi yang Berhenti Sejenak: Sebuah Imajinasi Ilmiah
Bagaimana jika Bumi berhenti berotasi hanya satu detik saja?
Secara ilmiah, skenario itu adalah bencana mutlak. Semua benda di permukaan Bumi — manusia, lautan, dan bangunan — akan “terlempar” ke arah timur dengan kecepatan lebih dari 1.670 km/jam (kecepatan rotasi Bumi di khatulistiwa menurut NASA, Earth Fact Sheet, NASA 2023).
Mega-tsunami akan melanda benua, angin ribuan kilometer per jam menghancurkan daratan, dan kerak bumi terpecah oleh gempa dahsyat akibat perubahan momentum mendadak (Dr. Sten Odenwald, NASA Goddard Space Flight Center, 2018).
Jika Bumi berhenti perlahan, perubahan mungkin tidak langsung terasa, tetapi perlahan kehidupan akan menuju kehancuran: hari menjadi sepanjang tahun, cuaca membeku di satu sisi dan terbakar di sisi lain, lautan bergeser ke kutub, dan medan magnet pelindung yang berasal dari rotasi inti besi cair akan menghilang (Dr. David Stevenson, California Institute of Technology, 2017).
Dengan kata lain — tanpa rotasi dan revolusi, tidak ada kehidupan.
2. Titik Seimbang yang Tak Pernah Gagal
Dari kacamata sains, Bumi berotasi di sumbunya dan berevolusi mengelilingi Matahari dengan kecepatan serta jarak yang luar biasa presisi. Sedikit saja melambat, Bumi akan jatuh ke Matahari; sedikit lebih cepat, akan terlempar keluar dari orbit.
Namun sejak awal penciptaan, semuanya berjalan tanpa cacat — siang berganti malam, musim silih berganti, dan lautan tetap di batasnya.
Keseimbangan ini bukan hasil kebetulan, melainkan ketetapan Allah ﷻ yang Maha Teliti.
.وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Yā Sīn: 38)
Setiap detik, semesta tunduk kepada hukum-Nya. Jika Allah mencabut salah satunya, maka seluruh makhluk akan terhenti tanpa bisa berbuat apa-apa.
3. Ketika Keseimbangan Itu Dicabut
Al-Qur’an menggambarkan keadaan ketika keseimbangan itu lenyap — hari di mana rotasi dan revolusi semesta berhenti. Itulah Hari Kiamat.
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ
“Apabila matahari digulung, bintang-bintang berjatuhan, dan gunung-gunung dihancurkan.”
(QS. At-Takwīr: 1–3)
Pada hari itu, manusia beterbangan seperti laron, gunung-gunung beterbangan seperti kapas, dan seluruh sistem alam berhenti bekerja. Tidak ada lagi gravitasi, tidak ada orbit, tidak ada waktu.
Seakan bumi berhenti rotasi dan berevolusi — mendekat ke matahari hingga terbakar, lalu berpindah ke Padang Mahsyar, tempat manusia dikumpulkan di bawah terik matahari yang didekatkan sejauh satu mil.
يُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُونَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيلٍ
“Matahari didekatkan pada hari kiamat kepada manusia hingga jaraknya hanya satu mil.”
(HR. Muslim, no. 2864; dalam Ṣaḥīḥ Muslim, Kitāb al-Jannah wa Ṣifat Na‘īmihā wa Ahlihā).
Bayangkan panas yang tak tertahankan, udara yang menguap, dan manusia berdesakan mencari naungan — itulah puncak kehancuran sistem yang dulu begitu seimbang.
Ulama besar, Imam An-Nawawī, dalam Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim (17/195) menjelaskan:
“Makna ‘satu mil’ adalah ukuran sangat dekat, bukan jarak sebenarnya. Maksudnya ialah betapa dekat dan dahsyatnya panas matahari pada saat itu.”
4. Keseimbangan: Tanda dan Peringatan
Seluruh fenomena alam yang kita nikmati hari ini — rotasi, revolusi, udara, gravitasi, dan cahaya — sejatinya adalah dzikrullah dalam bentuk fisik.
Setiap putaran Bumi mengumandangkan pesan: “Lā ilāha illā Allāh.”
Sebagaimana firman Allah:
اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُّسَمًّى
“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, dan Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan.”
(QS. Ar-Ra‘d: 2)
Kata para ulama, keseimbangan alam adalah bukti bahwa alam tidak bergerak karena dirinya sendiri, tapi karena diperintah oleh Rabb-nya. Ketika keseimbangan itu berhenti, artinya perintah-Nya sudah selesai — saatnya seluruh makhluk kembali kepada-Nya.
Sebagaimana disebut dalam hadits sahih:
إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولا، وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Allah yang menahan langit dan bumi agar tidak lenyap; dan jika keduanya lenyap, tidak ada yang dapat menahannya selain Dia.”
(HR. Muslim, no. 2657, Kitāb Ṣifat al-Qiyāmah wa al-Jannah wa an-Nār).
5. Penutup
Bumi berputar dengan sempurna bukan karena mesin atau sistem, tapi karena Kehendak Allah ﷻ. Dan ketika Dia berkehendak untuk menghentikannya, maka berhentilah segalanya — waktu, kehidupan, dan peradaban.
Merenungkan rotasi bumi sejatinya bukan sekadar pelajaran fisika, tapi juga tazakkur (renungan iman): bahwa segala sesuatu yang tampak stabil hanyalah karena Allah menahannya.
Tanpa itu, alam semesta hanyalah kehampaan yang tak berarti.
“Maha Suci Allah, Yang telah menundukkan segala sesuatu di langit dan di bumi agar manusia mengenal kebesaran-Nya.”
(QS. Al-Jatsiyah: 13)
Daftar Sumber dan Referensi
Sumber Sains:
- NASA Goddard Space Flight Center, What If Earth Stopped Spinning?, Dr. Sten Odenwald, 2018.
- NASA Planetary Science Division, Earth Fact Sheet, updated 2023.
- Dr. David J. Stevenson, Planetary Interiors and Magnetism, Caltech Lecture Notes, 2017.
Sumber Tafsir & Hadits:
- Ṣaḥīḥ Muslim, Kitāb Ṣifat al-Qiyāmah wa al-Jannah wa an-Nār, hadits no. 2864 dan 2657.
- Imam An-Nawawī, Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Dār al-Ma‘rifah, Beirut, jilid 17.
- Al-Qur’an Al-Karim: QS. Yā Sīn [36]: 38; QS. At-Takwīr [81]: 1–3; QS. Ar-Ra‘d [13]: 2; QS. Al-Jatsiyah [45]: 13.
Oleh: Redaksi Berjuta Pena
Rubrik: Refleksi Sains dan Keimanan
Leave a Reply