Berjutapena.or.id, – Kisah ini terjadi di Madinah pagi hari saat Idul Fitri. Rasulullah saw, melihat di sebuah sudut kota ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih yang mengenakan pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang. Rasulullah saw, menghampiri gadis kecil itu. Gadis kecil malu, lalu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis tersedu-sedu.
Dibelainya kepala gadis itu oleh Rasulullah dengan kasih sambil berujar, “Anakku, mengapa menangis? Ini hari raya, bukan?
Gadis kecil itu terkejut dan hanya diam. Dengan tetap tertunduk tanpa melihat siapa yang bertanya, lalu gadis kecil itu bercerita, “Di hari raya yang suci ini, semua anak berharap semua dapat merayakannya bersama dengan orang-orang tercinta dengan penuh kebahagiaan. Bermain sesame mereka dengan riang gembira. Aku lalu teringat ayahku. Itu sebabnya aku menangis. Saat hari raya terakhir bersamanya, ia membelikanku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Betapa bahagianya aku saat itu. Hingga suatu hari, ayahku pergi berperang bersama Rasulullah saw, dan mendapat syahidnya. Sekarang ayahku telah tiada. Aku telah menjadi gadis yatim. Siapa lagi yang menangis untuknya selain aku?”
Rasulullah saw, terharu seraya membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata, “Hapuslah air matamu anakku. Angkatlah wajahmu dan dengarkan apa yang akan kukatakan. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuan dan Aisyah menjadi ibumu? Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?”
Seketika gadis kecil itu berhenti menangis begitu mendengar empati sosok agung di depannya. Dipandangnya dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Hatinya melonjak. Benar! Beliau adalah Rasulullah saw. Ia tidak menyangka orang yang menemui dan mendengar keluh kesah kesedihan dan gundah hatinya adalah manusia teragung sepanjang sejarah. Ia begitu amat tertarik atas tawaran Rasulullah saw. Namun, ia tidak bisa berkata sepatah kata pun. Ia hanya dapat menatap wajah mulia Rasulullah saw, dan mengangguk perlahan tanda persetujuannya.
Gadis kecil yatim itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah saw, menuju ke rumah beliau. Hatinya sumringah. Sulit dilukiskan betapa cair dan berbunga hatinya menggenggam tangan Rasulullah saw, yang lembut bagai sutra itu.
Sesampainya di rumah, gadis kecil yatim itu dimandikan, disisir rambutnya, dipakaikannya gaun yang indah, diberikannya makanan, dan diperlakukan layaknya putri sendiri. Lalu, ia diantar ke luar setelah dibekali uang sekedarnya agar dapat bermain bersama anak-anak lainnya. Anak-anak lain merasa iri kepada gadis kecil dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri itu.
Mereka merasa keheranan, kemudian bertanya, “Hai gadis kecil, apa gerangan yang telah terjadi atasmu? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?
Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya gadis kecil itu menjawab, “Akhirnya aku memiliki seorang ayah! Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya! Siapa yang tidak Bahagia memiliki seorang ayah seperti Rasulullah! Aku kini juga memiliki seorang ibu, namanya Sayyidah Aisyah, yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, Namanya Sayyidah Fatimah. Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia berserta isinya.”
Demikianlah kisah haru gadis kecil Madinah di hari raya idul fitri. Kisah ini dikutip dari kitab Durratun Nasihin. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.
Leave a Reply