Kepemimpinan Sayyidina ‘Utsmān bin ‘Affān ra.: Masa Keemasan dan Awal Ujian Umat

Keterangan Gambar: Gambar ini dibuat menggunakan teknologi AI dan hanya bersifat ilustratif. Tidak menggambarkan rupa asli tokoh mana pun serta tidak mengandung unsur yang bertujuan untuk meniru atau menafsirkan sosok Sayyidina ‘Utsmān bin ‘Affān ra. secara visual. (Ilustrasi by AI ChatGPT)

Berjutapena.or.id – Dalam sejarah peradaban Islam, masa Khulafā’ ar-Rāsyidīn menjadi fondasi utama kejayaan umat. Di antara mereka, Sayyidina ‘Utsmān bin ‘Affān ra. dikenal bukan hanya sebagai khalifah ketiga, tetapi juga sebagai sosok dermawan, lembut hati, dan penjaga kemurnian Al-Qur’an. Kepemimpinannya menjadi fase penting: di satu sisi menorehkan kemajuan besar, di sisi lain menjadi awal munculnya ujian dan dinamika politik umat Islam.

1. Latar Belakang dan Pengangkatan

Sayyidina ‘Utsmān bin ‘Affān ra. adalah khalifah ketiga dalam Khulafā’ ar-Rāsyidīn. Ia diangkat menggantikan Sayyidina ‘Umar bin al-Khaṭṭāb ra. setelah wafatnya pada tahun 23 H. Pemilihan ‘Utsmān dilakukan melalui syūrā (musyawarah) yang terdiri dari enam sahabat utama yang ditunjuk langsung oleh ‘Umar sebelum wafatnya. Hasil musyawarah itu menetapkan ‘Utsmān sebagai khalifah karena ketakwaannya, kelembutan akhlaknya, dan keluasan hartanya yang sering digunakan untuk kepentingan umat.

Beliau adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga (al-‘asyarah al-mubasysyirīn bil-jannah), dan juga menantu Rasulullah ﷺ karena menikah dengan dua putri beliau, Ruqayyah dan Ummu Kultsūm, sehingga dijuluki Dzun-Nurain (ذُو النُّورَيْن) — “pemilik dua cahaya”.

2. Kebijakan Pemerintahan dan Keberhasilan

Masa kepemimpinan Sayyidina ‘Utsmān berlangsung selama 12 tahun (23–35 H / 644–656 M), yang terbagi menjadi dua fase besar:

  • Enam tahun pertama: masa stabil, penuh kemajuan dan perluasan wilayah.
  • Enam tahun terakhir: masa fitnah dan gejolak politik.

a. Kodifikasi Mushaf al-Qur’an

Salah satu kebijakan terpenting ‘Utsmān adalah standarisasi mushaf al-Qur’an.
Ketika Islam meluas hingga Syam, Iraq, Mesir, dan Khurasan, muncul perbedaan bacaan antarwilayah. Atas saran Hudzaifah bin al-Yamān, ‘Utsmān membentuk tim yang diketuai Zaid bin Tsabit untuk menyalin mushaf sesuai qirā’ah yang diajarkan Rasulullah ﷺ.
Mushaf ini kemudian disalin dan dikirim ke berbagai wilayah Islam, sementara naskah-naskah lain yang berbeda dibakar demi menjaga keseragaman bacaan umat.

Langkah ini dianggap sebagai salah satu prestasi monumental dalam sejarah Islam. Imam as-Suyūṭī dalam Al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān menyebut kebijakan ini sebagai “benteng terbesar yang menjaga kemurnian wahyu dari distorsi.”

b. Perluasan Wilayah Islam

Pada masa ‘Utsmān, wilayah Islam mencapai puncak ekspansi:

  • Di Barat: Penaklukan Afrika Utara (Tripoli dan Tunisia).
  • Di Timur: Ekspansi ke Khurasan, Sijistan, dan bagian dari Persia.
  • Di Laut: Didirikannya armada laut Islam pertama, dipimpin oleh Mu‘āwiyah bin Abī Sufyān, yang berhasil menaklukkan Siprus.

Ekspansi ini menjadikan kekhalifahan Islam sebagai kekuatan besar dunia saat itu, sejajar dengan Romawi Timur (Bizantium).

c. Pembangunan dan Reformasi Administratif

‘Utsmān memperluas Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, memperbaiki sistem administrasi, serta memperkenalkan kebijakan gaji tetap bagi tentara dan pegawai negeri.
Ia juga mengatur kembali sistem pajak dan zakat untuk menyesuaikan dengan wilayah-wilayah baru yang ditaklukkan.

3. Masa Fitnah dan Gejolak Politik

Memasuki tahun-tahun terakhir kepemimpinannya, muncul gejolak politik dan sosial di berbagai daerah. Beberapa faktor penyebabnya antara lain:

  1. Kecemburuan politik antar kabilah, terutama karena sebagian pejabat yang diangkat oleh ‘Utsmān berasal dari Bani Umayyah — keluarganya sendiri.
  2. Propaganda fitnah dari tokoh-tokoh pemberontak seperti ‘Abdullāh bin Saba’, yang menyebarkan isu nepotisme dan ketidakadilan.
  3. Perubahan sosial akibat perluasan wilayah — munculnya kelompok baru yang belum memahami Islam secara mendalam namun menuntut pengaruh politik.

Meskipun difitnah dan ditekan, Sayyidina ‘Utsmān menolak untuk melawan rakyatnya dengan kekerasan. Beliau berkata:

“Aku tidak akan menumpahkan darah kaum Muslim untuk mempertahankan kekuasaan.”
(Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hlm. 408)

Akhirnya, pada tahun 35 H, sekelompok pemberontak mengepung rumahnya di Madinah. Dalam keadaan berpuasa dan sedang membaca al-Qur’an, Sayyidina ‘Utsmān ra. gugur sebagai syahid. Darahnya menetes di atas ayat:

فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Maka Allah akan mencukupimu dari mereka, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 137)

4. Warisan Kepemimpinan

Sayyidina ‘Utsmān meninggalkan warisan besar bagi peradaban Islam:

  • Kodifikasi Al-Qur’an yang menjadi rujukan hingga kini.
  • Sistem administrasi dan militer modern di dunia Islam awal.
  • Teladan kesabaran dan keikhlasan, bahkan di tengah fitnah yang menimpa dirinya.

Ibnu Katsīr menulis dalam Al-Bidāyah wan-Nihāyah:

“Utsman adalah sosok pemimpin yang sangat dermawan, lembut, dan sabar. Dunia tidak kehilangan seorang khalifah, tetapi kehilangan teladan keikhlasan.”

5. Penutup

Kepemimpinan Sayyidina ‘Utsmān bin ‘Affān ra. adalah masa peralihan antara stabilitas dan ujian besar bagi umat Islam. Ia menunjukkan bahwa kekuasaan sejati bukan diukur dari besarnya wilayah, melainkan dari kemampuannya menjaga kemurnian agama dan keutuhan umat di tengah ujian.

Daftar Sumber Rujukan:

  1. Al-Ṭabarī, Tārīkh al-Ṭabarī, Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, jilid 4.
  2. Ibn Katsīr, Al-Bidāyah wan-Nihāyah, Dār al-Fikr, jilid 7.
  3. As-Suyūṭī, Al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān, Dār al-Fikr, jilid 1.
  4. Ibn Sa‘d, Ṭabaqāt al-Kubrā, jilid 3.
  5. Khalid Muhammad Khalid, Khulafā’ ar-Rāsyidīn: Biografi dan Kepemimpinan Empat Khalifah, (Terj. Pustaka Al-Kautsar, 2018).
  6. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, ‘Utsmān bin ‘Affān – Dzun Nurain: Kepribadian dan Kepemimpinannya, (Darul Haq, 2015).