Kunci Penghapus Dosa

Ilustrasi : Pexels.com
Ilustrasi : Pexels.com

berjutapena.or.id,- Bulan maulid ini merupakan momen atau ladang bagi umat Nabi Muhammad SAW untuk mendapatkan syafaat beliau. Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak membaca sholawat kepada Nabi. Inilah yang sering diajarkan oleh guru-guru kita, terutama di kalangan pesantren. Perihal syafaat, Nabi bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Daud, berikut bunyi hadisnya:

شَفَاعَتِيْ لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِيْ

Artinya: “Syafaatku untuk orang-orang yang mempunyai dosa besar dari umatku.”

Dari hadis itu, saya rasa ada yang perlu dibahas, yakni orang yang berhak menerima syafaat. Lebih spesifiknya lagi orang yang dimaksud adalah mereka yang tidak taat kepada Allah SWT, dengan orang yang taat. Artinya, jika syafaat diberikan kepada orang yang tidak taat, maka dengan syafaat itu ia bisa menebus ketidaktaatannya. Kemudian kalau syafaat diberikan kepada orang-orang yang taat, maka apa pentingnya? apa urgensinya syafaat itu bagi dia yang taat atau bahkan sudah dijamin oleh Allah kehidupan akhiratnya? Kira-kira seandainya mau dibuat pertanyaan, sejatinya syafaat itu seperti apa?

Ada pemahaman sementara bahwa, sejatinya syafaat itu diberikan kepada dua golongan dari hamba Allah SWT. Pertama, orang-orang yang sudah dipastikan akan mendapat siksa dari Allah SWT. Dengan kata lain, mereka yang mempunyai dosa besar. Kedua, orang-orang yang tidak dijanjikan oleh Allah untuk mendapatkan fadl (keutamaan) dan tidak menutup kemungkinan golongan ini juga memiliki dosa.

Barangkali pemahaman di atas akan menimbulkan pertanyaan bahwa, lantas untuk orang-orang yang dijanjikan oleh Allah mendapatkan fadl (keutamaan), apakah tidak akan memperoleh syafaat? Untuk menjawab pertanyaan ini saya mulai dari pemahaman tentang orang-orang yang berhak memberi syafaat. Dalam kitab Mukhtasar Ihya’ disebutkan bahwa orang yang layak untuk memberikan syafaat di antaranya: para nabi, para wali, para ulama, dan orang-orang yang mempunyai kedudukan di sisi Allah SWT.

Melalui pemahaman terakhir ini dapat disimpulkan bahwa, siapa saja yang sudah dijanjikan oleh Allah akan memperoleh fadl, juga akan mendapat syafaat. Kepentingannya adalah ia bisa membagi-bagi syafaat yang diperoleh kepada orang lain. Sekali lagi saya tegaskan bahwa, hamba Allah yang dijamin mendapat fadl, tetap akan memperoleh syafaat juga. Dengan alasan, syafaat yang yang diperoleh bisa diberikan kepada orang lain. Dari sini jelas bahwa, ia mendapat syafaat bukan karena dijamin fadl oleh Allah, melainkan karena ia diberi hak kuasa dalam memberi syafaat kepada orang lain.

Ketentuan itu semua merupakan spirit dari agama Islam yang rahmatan lil-alamin. Maka jangan berputus asa jika diri ini berlumuran dosa. Dan jangan pernah merasa sudah banyak pahalanya, kemudian tidak perlu syafaat. Tetaplah istiqomah mencari syafaat. Terutama di bulan Rabiul Awal ini kita manfaatkan mencari syafaat Nabi Muhammad SAW.

Demikianlah penjelasan tentang syafaat. Penjelasan di atas merujuk pada kitab al-Ibanah an Ushul al-Diyaanah, karya Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan kitab Mukhtasar Ihya’ Ulum al-Diin, karya Alawi Abu Bakar Muhammad al-Kaff.

 

Editor : Rekan Basori