DI BALIK 1 MUHARRAM

Ada beberapa sudut pandang dan cikal bakal sehingga Sayyidina Umar bin Khattab menetapkan dibentuknya penanggalan dalam Islam.

Penentuan tersebut juga bermula dari salah seorang Gubernur bernama Abu Musa Al Asyari yang mengirimkan sebuah surat kepada khalifah Umar bin khattab. Namun surat tersebut tanpa penanda yang jelas, sehingga kebingungan-pun timbul. Mana surat lama dan surat baru.

Diantara tandus dan tentram kota-kota Arab, Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab mengumpulkan beberapa para petinggi atau sahabat, untuk merusmuskan tentang hal ini. Tepat 6 tahun paska Bagida wafat.

Hingga beberapa pendapat saling riuh ditengah-tengah percakapan para sahabat, bertukar opini dan paradigma. Hingga Sayidina Ali bin Abi Thalib mengusulkan bahwa Kalender Hijriah dimulai sejak Rasulullah Saw hijrah dari Makkah ke kota Yastrib (Madinah). Singkat cerita, akhirnya keputusan itu ditetapkan.

Mengapa ditetapkannya bukan  ketika Nabi lahir ?

‘’ Tidak, dalam tradisi arab, penanda waktu adalah peristiwa bukan tanggal ‘’. Semisal Nabi dilahirkan pada Tahun gajah, karena Raja Abraham dan pasukannya.

Mengapa ditetapkannya tidak ketika Nabi Wafat ?

“ Tidak, itu merupakan tahun kesedihan bagi ummat Islam “ ucap Sayyidina Umar bin Khattab.

Lalu mengapa yang dipilih ketika Nabi Hijrah ?

Karena di balik Nabi Hijrah, ada Ribuan hikmah dan kisah, perkembangan dan kemajuan, kesetiaan dan pengorbanan.

Diceritakan didalam kitab Fathul Bari, ditengah-tengah Nabi Hijrah, Nabi dan Sayyidina Abu Bakar besembunyi didalam Gua Tsur, sebelum bersembunyi, Sayyidina Abu Bakar mengecek gua tersebut, barangkali terdapat bintang buas atau sesuatu yang dapat menggangu Nabi. Namun setelah sekiranya aman, Sayyidina Abu Bakar dan Nabi memasuki Gua tersebut.

Nabi terlihat letih, sehingga sampai meletakkan kepalanya di pangkuan Sayyidina Abu Bakar sampai tertidur, kaki nabi juga terlihat bengkak karena berjalan tanpa alas kaki.

Sewaktu masih memangku nabi, Sayyidina Abu Bakar melihat didekat jempol kakinya ada lubang yang luput dari pengamatannya. Lubang itu segera ditutupi oleh kaki beliau, Sehingga kaki beliau disengat Kalajengking besar berbisa, sengatannya begitu sakit seolah sampai terasa ke uluh hati. Sampai beliau meneteskan air mata, sehingga jatuh kepada Nabi dan membuat Nabi Terbangun. Lalu Nabi menusap kaki Beliau, dan sembuh seketika. Itulah ketulusan dan ketulusan adalah cinta itu sendiri.

Dan juga seperti ketika Nabi sampai di kota Madinah Al Munawwrah, yang disambut dengan tangis-tangis gembira, cucuran air mata haru, dan bunga-bunga kerinduan yang sudah lama layu hingga mekar kembali, bahkan sangat mekar.

Di tengah-tengah kerumunan itu, diantara rasa senang hati para sahabat. Debu-debu, daun-daun dan semua yang ada ketika itu diiringi dengan raut ketulusan tala’al badru bergema merdu

طَلَعَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا، مِنْ ثَنِيَّةِ الْوَدَاعِ

“ Wahai bulan Purnama yang terbit kepada kami. Dari daerah Wada’ “

وَجَبَ الشُّکْرُ عَلَيْنَا، مَا دَعَا لِلهِ دَاعِ

“ Dan kami wajib berucap syukur. Dimana seruan itu Kepada Allah “

Ini hanya cuplikan kisah semasa proses nabi hijrah, sehingga kisah-kisah ini menjadi salah satu alasan untuk ditetapkannya awal mula kalender Islam.

Dan “ Perayaan tahun baru terbaik adalah mengevaluasi diri dan mencoba lebih baik dari yang lalu “.

 

 

Wallahu a’lam.

Penulis : M Akmal Marzuqin, bisa disapa di Instagramnya @ma.marzuqin. (bukan siapa-siapa gausa kepo)

 

 

Muhammad A. Marzuqin
Redaktur Pelaksana Keislaman PC IPNU Situbondo & Musyrif Madrasatul Quran Putra Pondok Pesantren Nurul Qarnain.