berjutapena.or.id,- Damaskus, Suriah — Dari Kota Para Nabi, Rabu kemarin (30/10), para santri nusantara yang bermukim di Ma’had Syekh Muhammad Adnan Al-Afyouni berkumpul dalam sebuah kajian ilmiah bertajuk “Peran Ilmu dalam Memperbaiki Akhlak.” Kajian yang diadakan oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Suriah ini menjadi momentum penting bagi para santri untuk menggali makna mendalam dari Hari Santri Nasional yang dirayakan serentak di berbagai belahan dunia setiap tanggal 22 Oktober. Meskipun ribuan kilometer dari tanah air, semangat dan nilai-nilai perjuangan ulama nusantara tetap membara dalam diri para santri di Suriah.
Acara yang digelar pukul 16.30 waktu setempat ini dihadiri oleh sekitar 140 peserta, mulai dari santri, alumni, hingga mahasiswa berbagai universitas di Damaskus. Dipandu oleh Ramzy Hammad Atmanagara sebagai pembawa acara, kegiatan ini diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Adha Samaae, seorang santri asal Thailand, dilanjutkan pengantar dari Muhammad Azka Saifurrohim, Wakil Direktur Media Center PCINU Suriah. Dalam sambutannya, Azka menegaskan pentingnya memahami esensi Hari Santri dan kaitannya dengan Resolusi Jihad, sebagai bagian dari perjuangan umat dalam mempertahankan kedaulatan bangsa dan agama.
Sebagai narasumber utama, Syekh Ahmad Muhammad Adnan Al-Afyouni, pimpinan Ma’had yang juga putra dari almarhum Mufti Damaskus Syekh Adnan Al-Afyouni, berbagi pandangan mendalam tentang akhlak dan ilmu sebagai pilar keseimbangan hidup seorang Muslim. Syekh Ahmad membuka kajiannya dengan kisah kunjungannya ke Indonesia dalam acara Sufi Internasional, di mana ia menyaksikan antusiasme jutaan Nahdliyin yang menjadi kekuatan besar Ahlussunnah wal Jamaah di tanah air. Syekh Ahmad menyebutkan tujuh prinsip utama yang harus dijaga para santri dalam menuntut ilmu: keikhlasan, tawadhu, kejujuran, keseimbangan (wasathiyah), pemahaman akan amal, adab, dan doa. “Ilmu tanpa akhlak takkan berarti, akhlak tanpa ilmu takkan terarah,” tegas Syekh Ahmad, mengingatkan bahwa ilmu yang mendalam harus dibarengi sikap luhur agar menjadi bekal kehidupan.
Seluruh materi disampaikan dengan bahasa Arab Fusha, menguji pemahaman santri dalam mendalami materi langsung dari ulama setempat. Syekh Ahmad juga berpesan bahwa santri, sebagai perpanjangan tangan para ulama, memiliki tanggung jawab besar dalam meneruskan risalah agama yang berlandaskan nilai-nilai manhaj wasathiyah atau jalan tengah.
Tidak hanya memperkuat ilmu dan akhlak, acara ini juga mempererat ikatan para santri Indonesia dengan santri internasional di Damaskus, menciptakan harmoni dan rasa persaudaraan yang mendalam. Para peserta dari Ma’had Syaikh Adnan Al-Afyouni, alumni, serta mahasiswa Universitas Mujamma Ahmad Kaftaroo dan Universitas Al-Fath sangat antusias menyerap nasihat yang diberikan. Kehadiran Syekh Ahmad dengan pembawaan yang santun dan pesan yang penuh makna memperkuat keinginan mereka untuk terus mendalami ilmu dengan sikap rendah hati dan berakhlak mulia.
Acara ditutup dengan doa bersama dan mushafahah (bersalaman) antara Syekh Ahmad dan para santri, menjadi momen penuh haru yang melambangkan eratnya ikatan batin di antara mereka. Dengan mengusung nilai-nilai luhur dalam ilmu dan akhlak, PCINU Suriah berharap acara ini menjadi pemicu semangat para santri untuk mengemban tugas mulia membangun umat berlandaskan manhaj wasathiyah.
Kisah perjuangan para santri di Damaskus ini mengingatkan kita bahwa, meski jauh dari tanah air, santri nusantara tak pernah melupakan akar jati diri mereka. Kajian ini bukan sekadar pertemuan, melainkan sebuah gerakan spiritual dan intelektual yang merawat akhlak sebagai fondasi utama dalam menjalani peran sebagai penerus dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Penulis berita: Muhammad Daffa Ulhaq & Muhammad Setia (Nahdliyin PCINU Suriah)
Leave a Reply