Posisi, Potensi dan Komposisi

berjutapena.or.id,- Kadang yang bikin organisasi berjalan lambat bukan karena kurangnya ide, tetapi karena terlalu banyak orang yang sibuk mencari posisi, bukan fungsi. Kita sering menuntut hak, tapi lupa menunaikan kewajiban. Sibuk menilai siapa yang layak duduk di mana, tapi lupa bertanya: sudah seberapa layak diri kita berdiri di sana
Pertanyaan sederhana yang muncul di forum Makesta PK UINSA kemarin justru membuka banyak cermin, soal potensi yang belum dimaksimalkan, posisi yang sering disalahartikan, dan komposisi yang kadang terganggu oleh ego dan campur tangan luar.

Beberapa pertanyaan kritis muncul, “Bagimana sih memposisikan diri antara organisasi dan kepentingan pribadi, rekan?” atau “kalau kita punya basic skill di sini, mending lanjut atau cari pengalaman lain?” dan yang paling nyentil, “Sebenernya pihak luar itu boleh ikut campur penyelesaian internal nggak sih?”

Kalau ngomongin posisi, tentu ini yang paling sering membuat pusing. Banyak yang semangat di awal, tetapi ketika dikasih tanggung jawab, tiba-tiba semua jadi “ada urusan mendadak”. Kita sering menuntut ruang untuk berpendapat, tapi lupa kalau ruang itu juga butuh dijaga. Komitmen dalam organisasi itu sederhana. Jika sudah mau masuk, maka tuntaskan.

Fenomana anggota/kader yang hadir di awal tapi absen di tengah, tentu sudah menjadi masalah nasional, namun jangan sampai kita turut menjadi bagian dari perilaku tersebut. Tentu, tidak masalah ketika terdapat kesibukan pribadi, karena masing-masing dari kita semua juga memiliki urusan pribadi masing-masing, namun poin pentingnya adalah dilihat aspek urgensinya.
Jika posisi yang dimiliki cukup strategis dan kita keluar dari tanggung jawab tanpa solusi, tentu ini umpama meninggalkan kapal di tengah laut (ra masok). Jika itu pun terpaksa, maka solusi pragmatisnya adalah berikan backup, siapkan pengganti, atau minimal komunikasi dengan baik. Sebab sekecil apapun kontribusi adalah konfirmasi.

Organisasi tidak akan padam karena kekurangan orang, tetapi karena orang-orangnya pura-pura sibuk. Dalam organisasi, loyalitas itu bukan hanya diukur dari kehadiran, namun seberapa siap kita memastikan semuanya tetap berjalan, bahkan ketika kita tidak ada.

Lalu soal potensi, ini juga menarik. Kadang kita terlalu sibuk mikir posisi yang ideal buat diri sendiri sampai lupa kalau potensi itu tidak selalu soal tempat yang nyaman, tapi soal ruang untuk berkembang.

“Kalau kamu punya basic skill di bidang tertentu, ya maksimalkan. Tapi kalau kamu dikasih amanah di bidang lain, ya selesaikan juga. Ketua nggak asal tunjuk, ada alasan dan pertimbangan di balik setiap kepercayaan yang diberikan”

“Jadi jika masih berpikir – Aku nggak cocok di sini- ya coba dulu jalanin, siapa tahu cocoknya muncul setelah dijalani”.

Kadang kita terlalu cepat memutuskan untuk tidak menyukai, padahal yang tidak cocok mungkin saja bukan pada posisinya, tetapi cara kita beradaptasi. Salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki, di era tidak pasti saat ini. Hal yang perlu ditekankan adalah kurangi terlalu banyak teori tentang passion, karena yang bikin kita berkembang itu bukan hanya tempatnya, tapi komitmen buat bertahan. Semakin ditempa dan terbentur, semakin kita berbentuk.
Salah satu fenomena lucu juga seringkali terjadi, dimana banyak individu yang ingin posisi strategis, tetapi belum siap dengan konsekuensi strategisnya.

Ada pertanyaan yang cukup menggelitik tentang pihak luar yang “ikut campur”, ini bagian yang paling menarik sekaligus paling rentan. Sebab, jika berbicara tentang campur tangan, yang terganggu bukan hanya orangnya, namun juga komposisinya. Sebuah tim dapat rusak bukan karena kurang hebat, tetapi karena frekuensinya tidak lagi sejalan.

Kalau setiap periodesasi memiliki cara sendiri, biarkan mereka berjalan dengan ritme yang mereka temukan. Ibarat orkestra, tidak semua alat musik harus dimainkan bersamaan, tetapi semua harus tahu kapan masuk dan kapan diam.

Pada akhirnya, mau kita bicara soal potensi, komposisi, atau posisi semua balik ke satu hal: kesadaran. Kesadaran kalau organisasi bukan tempat untuk eksis, tetapi ruang untuk berproses. Bukan soal siapa yang paling terang, namun siapa yang paling bisa diandalkan.

“Jangan sibuk menilai arah kapal, kalau kamu sendiri masih bingung membaca kompas tanggung jawab.”

Penulis : Irandy Andhana N (Ketua PC IPNU Magetan)