Ketua MWCNU Asembagus: Permintaan Maaf Trans7 Tak Cukup, Cabut Hak Siarnya

Ratusan santri dan alumni pesantren dari berbagai wilayah di Situbondo memadati Alun-Alun Situbondo dalam aksi “Jihad Santri Bela Marwah Kiai & Pesantren”, Sabtu (18/10/2025). Massa aksi membawa bendera NU, IPNU-IPPNU, dan IKSASS, menyuarakan tuntutan pencabutan izin siar program Uncensored Trans7 yang dinilai melecehkan dunia pesantren.

Berjutapena.or.id, Situbondo – Ketua MWCNU Asembagus, H. Rosyid Hamidi, S.Ag., MM, menegaskan bahwa aksi “Jihad Santri Bela Marwah Kiai & Pesantren” bukan sekadar bentuk kemarahan spontan, tetapi panggilan hati santri untuk membela kehormatan pesantren dan kiai. Aksi ini digelar di Alun-Alun Situbondo sebagai respons atas tayangan program Uncensored Trans7 yang dinilai melecehkan dunia pesantren. Sabtu, (18/10/2025).

Ustadz Rosyid mengaku hadir bukan karena jabatan, melainkan sebagai santri yang tidak rela pesantren diframing negatif.

“Saya sebagai alumni pondok pesantren sampai hari ini masih tetap santri. Saya tidak rela pesantren diframing negatif. Ini panggilan hati untuk membela marwah pesantren dan marwah kiai,” ujarnya.

Ia menegaskan, Pemerintah Kabupaten Situbondo seharusnya menindaklanjuti tuntutan peserta aksi. Menurutnya, ada dua poin penting yang perlu direalisasikan, yaitu memproses hukum pihak yang terlibat dalam program Trans7 dan mencabut izin siarnya.

Ketua MWCNU Asembagus juga menilai permintaan maaf dari pihak Trans7 tidak cukup untuk menebus kesalahan tersebut.

“Permintaan maaf tidak cukup. Pemerintah melalui KPI harus mencabut hak siar Trans7, dan Polri perlu memproses hukum mereka,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menyebut aksi ini adalah bentuk jihad moral, intelektual, sekaligus perlawanan terhadap ketidakadilan. Menurutnya, penghinaan terhadap pesantren bukan hanya menyerang lembaga pendidikan, tapi juga martabat umat Islam yang menjunjung nilai ilmu dan adab.

“Ketiga-tiganya, ini perjuangan moral sekaligus perlawanan terhadap ketidakadilan dan pelecehan terhadap pondok pesantren,” jelas Ustadz Rosyid.

Ia menambahkan, jika tuntutan para peserta aksi tidak diindahkan, maka akan ada aksi lanjutan berskala nasional.

“Sebagaimana tuntutan peserta aksi, jika tidak diindahkan, akan ada aksi lanjutan bersama santri se-Indonesia menuju Jakarta,” pungkasnya.

Dalam aksi tersebut, Ketua PC IPNU Situbondo, Harizah Fatahillah, juga turut hadir dan menyuarakan pandangan serupa. Ia menegaskan bahwa kehadiran IPNU bukan soal penting atau tidaknya, tetapi karena panggilan moral sebagai santri.

“Sebagai organisasi pelajar NU, sebagai banom NU, sebagai santri, tentu kami tergerak, hati kami terketuk melihat media seperti ini. Marwah kiai dan pesantren kami dihina, dicemooh, tentu kami tidak terima,” ungkap Harizah.

Ia menambahkan, dalam menyuarakan aspirasi, IPNU tetap mengedepankan nilai-nilai kesantrian, kedamaian, dan kondusifitas.

“Kami serukan kepada para kader untuk tetap menjaga kondusifitas dan ketertiban. Kami datang bukan untuk membuat gaduh, tapi untuk menyampaikan aspirasi,” tegasnya.

Harizah juga menyampaikan bahwa IPNU akan terus menjembatani komunikasi dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.

“Kami akan terus menjembatani komunikasi dengan pihak Forkopimda dan tentu akan tetap mengawal agar tuntutan ini dapat tersampaikan. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Kapolres, pihak kepolisian akan melakukan komunikasi berjenjang demi tersampaikannya tuntutan tersebut,” jelasnya. (Lil)

Sumber: Wawancara eksklusif Berjuta Pena dengan H. Rosyid Hamidi, S.Ag., MM – Ketua MWCNU Asembagus, dan Harizah Fatahillah – Ketua PC IPNU Situbondo.